Bestprofit Futures - Kesalahan Dalam Berinvestasi
Investasi memang salah satu cara paling efektif untuk meraih
kesejahteraan finansial. Bahkan, melalui investasi, seseorang bisa
menyuruh uangnya ”bekerja”. Jadi, uang mencari uang. Bukan Anda yang
mencari uang, baik itu sebagai pekerja maupun wirausaha.
Itu sebabnya seseorang yang berpenghasilan tetap sebaiknya
menyisihkan sebagian penghasilan tetapnya untuk diinvestasikan agar di
masa depan, ketika yang bersangkutan tidak bekerja lagi, tetap memiliki
penghasilan melalui hasil investasi. Itu adalah situasi ideal
berinvestasi.
Bestprofit Futures - Namun, dalam realitasnya, investasi juga bisa membuat seseorang
kehilangan kesejahteraan yang telah dimiliki. Kok bisa? Bisa, karena
investasi juga memiliki sisi gelap yang terkait dengan kepribadian
(personality) seseorang. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas
beberapa sisi gelap tersebut agar Anda terhindar dari permasalahan dalam
berinvestasi.
Pertama, jebakan imbal hasil besar. Ada seribu satu
pilihan investasi, baik di pasar keuangan maupun sektor riel. Dari yang
masuk akal hingga yang tidak waras. Tetapi, bagi sebagian kalangan, yang
dijadikan indikator adalah imbal hasil yang besar. Artinya, kalau
investasi tersebut menjanjikan keuntungan yang menggiurkan, banyak pihak
yang akan tertarik. Padahal, imbal hasil besar pasti dibarengi dengan
risiko yang juga besar.
Oleh karena itu, dalam berinvestasi, yang semestinya dilihat bukanlah
tawaran imbal hasil investasi, melainkan berapa target keuntungan
investasi yang ingin Anda peroleh. Secara kelaziman, jika Anda bisa
memperoleh hasil investasi dua kali lipat laju inflasi, itu sudah
tergolong bagus. Konkretnya, jika laju inflasi sebesar 7 persen per
tahun, imbal hasil investasi sebesar 14-15 persen per tahun sudah sangat
memadai.
Kedua, ”keserakahan” investasi. Anda tentu pernah
mendengar seseorang yang tiba-tiba menjadi kaya raya melalui investasi
saham, tetapi kemudian tiba-tiba pula menjadi miskin kembali. Kenapa?
Hanya satu jawaban, yakni serakah. Ketika seseorang berinvestasi saham
dan saham yang dipilihnya sudah menuai capital gain, berkemungkinan
untuk mulai tertarik pada saham-saham lain, yang belum tentu memiliki
kinerja fundamental bagus. Saham-saham lain itu bergerak harganya karena
dipicu oleh sentimen pasar atau ”digoreng’” oleh bandar saham.
Nah, jika Anda ikut-ikutan dalam ”permainan” saham seperti itu dan
berharap memperoleh keuntungan, yang kerap terjadi adalah ”buntung”.
Sebab, ketika saham Anda beli, harganya sudah di atas. Selanjutnya, para
bandar meninggalkan Anda tanpa bisa keluar dari saham tersebut hingga
suatu ketika nasib baik menghampiri Anda jika harga saham tersebut
kembali meningkat.
Ketiga, ”ketidaksabaran” berinvestasi. Anda tentu
pernah mendengar istilah timing dalam investasi. Artinya, kapan Anda
mulai berinvestasi dan kapan keluar. Istilah ini kerap dilekatkan dalam
transaksi saham di pasar modal. Sebagian besar investor sangat paham
bahwa kalau membeli saham, beli di saat harga rendah dan jual di harga
atas. Masalahnya, kapan satu saham dianggap harganya murah dan kapan
saat menjualnya? Berapa persen kenaikan dari satu saham sehingga layak
disebut sudah tinggi? Jawabannya sangat relatif. Namun, yang sering
terjadi adalah seorang investor telanjur menjual sahamnya pada saat
harga baru saja mulai meningkat. Investor semacam ini tidak memiliki
kesabaran yang cukup untuk menunggu capital gain yang lebih besar
sehingga keuntungan investasinya menjadi sangat terbatas.
Keempat, investasi berdasarkan gosip. Masih ingat
kisah Qisar ataupun arisan berantai yang memakan banyak korban?
Peristiwa semacam ini bisa terjadi sebenarnya bukan saja karena sang
korban memang memiliki perilaku serakah, ingin mendapatkan imbal hasil
besar, tanpa memahami risikonya, melainkan karena tawaran investasi itu
sendiri datang dari mulut ke mulut. Banyak kalangan ikut- ikutan karena
tetangga dan ataupun saudaranya ikut serta lebih dahulu. Jadi, mereka
terjebak ramai-ramai dan akhirnya menyesal ramai-ramai pula. Apa yang
bisa dicermati dari fenomena tersebut? Jangan pernah berinvestasi karena
tawaran ”mulut ke mulut”. Sebab, selain ”mulut” setiap orang berbeda,
yang paling mendasar adalah investasi tidak pernah menawarkan diri.
Investasi mesti dicari. Dan kebutuhan tiap orang dalam berinvestasi
berbeda.
Kelima, investasi berdasarkan utang. Benar, jika
utang yang dilakukan diperuntukkan bagi kegiatan produktif yang terukur
risikonya, maka utang untuk berinvestasi bukanlah hal haram. Yang
menjadi masalah adalah seberapa besar utang itu dilakukan. Banyak
kalangan terjebak pada utang karena ingin melakukan ekspansi secara
terus-menerus sehingga beban bunga dan angsuran semakin besar, sementara
hasil investasi tidak memadai untuk membayar kembali utang tersebut.
Akibatnya, untuk menutupi utang yang satu dilakukan utang baru alias
gali lubang tutup lubang. Pola ini dalam jangka panjang bukan saja
memberatkan, tetapi juga bisa menggerus harta yang telah dimiliki. Oleh
karena itu, hindari utang yang berlebihan dalam membiayai investasi.
Selain hal-hal yang dipaparkan di atas, tentu masih sangat banyak
hal-hal negatif yang terkait dengan kegagalan investasi. Namun, yang
mesti diingat, semua sisi gelap tersebut sebenarnya bergantung pada
kepribadian setiap investor. Hal-hal tersebut bisa berlaku pada satu
investor, tetapi tidak terjadi pada investor lain. Oleh karena itu,
sebelum berinvestasi, ada baiknya direnungi kembali profil kepribadian
Anda, apakah tergolong investor yang mudah terpengaruh atau memiliki
pendirian. Keberhasilan berinvestasi sangat bergantung pada karakter
Anda.
Posting Komentar