BESTPROFIT FUTURES - Manajemen Keuangan Keluarga
Masalah uang merupakan masalah paling
sensitif dan salah satu cikal bakal pertengkaran klasik. Menurut William
Betcher, M.D, yang bersama Robie Macauley menulis buku The Seven Basic Quarrels
of Marriage,. para terapis pun enggan menyinggung masalah ini dalam sesi
konsultasi dengan para klien.
Bahkan di tahun 1913, Sigmund Freud , si dedengkot psikiater, pernah menuliskan
bahwa pembicaraan mengenai uang sama tabunya dengan pembicaraan mengenai seks.
Karenanya, tidak heran, jika sebagian istri enggan membicarakan masalah ini
secara terbuka dengan suaminya.
Padahal, Betcher memperkirakan bahwa sebanyak seperempat hingga sepertiga masalah dalam kehidupan rumah tangga bersumber dari masalah keuangan.
Padahal, Betcher memperkirakan bahwa sebanyak seperempat hingga sepertiga masalah dalam kehidupan rumah tangga bersumber dari masalah keuangan.
Bagaimana menghindarkan terjadinya
konflik berkepanjangan akibat urusan yang satu ini?
SADARI PORSI DALAM KELUARGA
Secara prinsip, fitrah kewajiban memberikan nafkah merupakan tanggung jawab suami sehingga wajib bekerja dengan baik melalui usaha yang halal dan wanita sebagai kaum istri bertanggung jawab mengelola dan merawat aset keluarga. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: “Kaum laki-laki itu adalah pengayom bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka…” (QS. An-Nisa:34). Dengan demikian, posisi kepala rumah tangga bagi suami paralel dengan konsekuensi memberi nafkah dan komitmen perawatan keluarganya secara lazim. Oleh karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam secara proporsional telah mendudukkan posisi masing-masing bagi suami istri dalam sabdanya: “Setiap kalian adalah pengayom dan setiap pengayom akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang harus diayominya. Suami adalah pengayom bagi keluarganya dan bertanggung jawab atas anggota keluarga yang diayominya. Istri adalah pengayom bagi rumah tangga rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas aset rumah tangga yang diayominya…” (HR. Bukhari) Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menikahkan putrinya, Fatimah dengan Ali radhiyallahu 'anhuma beliau berwasiat kepada menantunya: “Engkau berkewajiban bekerja dan berusaha sedangkan ia berkewajiban mengurus rumah tangga.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Jadi, sharing suami-istri dalam aspek keuangan keluarga adalah dalam bentuk tanggung jawab suami untuk mencari nafkah halal dan tanggung jawab istri untuk mengurus, mengelola, merawat dan memenej keuangan rumah tangga. Meskipun demikian, bukan berarti suami tidak boleh memberikan bantuan dalam pengelolaan aset dan keuangan rumah tangganya bila istri kurang mampu atau memerlukan bantuan. Dan juga sebaliknya tidak ada larangan Syariah bagi istri untuk membantu suami terlebih ketika kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan keluarga dengan cara yang halal dan baik serta tidak membahayakan keharmonisan dan kebahagiaan rumah tangga selama suami mengizinkan, bahkan hal itu akan bernilai kebajikan bagi sang istri. Bukankah Khadijah radhiyallahu 'anha. ikut andil dalam membantu mencukupi kebutuhan keluarga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. sebagai bentuk ukhuwah dan tolong menolong dalam kebajikan. (QS.Al-Maidah:2)
Secara prinsip, fitrah kewajiban memberikan nafkah merupakan tanggung jawab suami sehingga wajib bekerja dengan baik melalui usaha yang halal dan wanita sebagai kaum istri bertanggung jawab mengelola dan merawat aset keluarga. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: “Kaum laki-laki itu adalah pengayom bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka…” (QS. An-Nisa:34). Dengan demikian, posisi kepala rumah tangga bagi suami paralel dengan konsekuensi memberi nafkah dan komitmen perawatan keluarganya secara lazim. Oleh karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam secara proporsional telah mendudukkan posisi masing-masing bagi suami istri dalam sabdanya: “Setiap kalian adalah pengayom dan setiap pengayom akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang harus diayominya. Suami adalah pengayom bagi keluarganya dan bertanggung jawab atas anggota keluarga yang diayominya. Istri adalah pengayom bagi rumah tangga rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas aset rumah tangga yang diayominya…” (HR. Bukhari) Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menikahkan putrinya, Fatimah dengan Ali radhiyallahu 'anhuma beliau berwasiat kepada menantunya: “Engkau berkewajiban bekerja dan berusaha sedangkan ia berkewajiban mengurus rumah tangga.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Jadi, sharing suami-istri dalam aspek keuangan keluarga adalah dalam bentuk tanggung jawab suami untuk mencari nafkah halal dan tanggung jawab istri untuk mengurus, mengelola, merawat dan memenej keuangan rumah tangga. Meskipun demikian, bukan berarti suami tidak boleh memberikan bantuan dalam pengelolaan aset dan keuangan rumah tangganya bila istri kurang mampu atau memerlukan bantuan. Dan juga sebaliknya tidak ada larangan Syariah bagi istri untuk membantu suami terlebih ketika kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan keluarga dengan cara yang halal dan baik serta tidak membahayakan keharmonisan dan kebahagiaan rumah tangga selama suami mengizinkan, bahkan hal itu akan bernilai kebajikan bagi sang istri. Bukankah Khadijah radhiyallahu 'anha. ikut andil dalam membantu mencukupi kebutuhan keluarga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. sebagai bentuk ukhuwah dan tolong menolong dalam kebajikan. (QS.Al-Maidah:2)
Selesaikan bersama. Namun, tentu saja, tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Bhkan juga masalah uang ini., Berikut beberapa cara yang juda dapat dicoba untuk mencegah masalah uang agar tidak berkembang menjadi konflik berkepanjangan antara suami dan istri.
- Mencoba saling terbuka. Cobalah untuk terbuka dalam membicarakan keuangan dengan pasangan. Bicarakan bersama apa yang menjadi kecemasan masing-masing sehubungan dengan uang. Cobalah untuk tidak membuat penilaian sepihak sebelumnya, dan dengarkanlah apa yang diutarakan pasangan dengan seksama.
- Menghargai privacy masing-masing. Walaupun pembicaraan mengenai uang sebaiknya dilakukan secara terbuka, namun cobalah untuk tetap menghargai kebutuhan pasangan akan privacy . Hargai keinginan pasangan untuk menyimpan sejumlah uang untuk kebutuhan pribadi dan hobi, misalnya. Berilah kesempatan pada suami Anda untuk sesekali membeli Compact Disc atau cerutu favoritnya setiap bulan, asalkan jumlahnya ditentukan bersama tentunya. Anda juga tentunya masih ingin meneruskan arisan di mall terheboh di kota Anda beserta teman-teman bukan? Jangan ragu-ragu menyampaikan keinginan ini pada suami Anda..
- Menentukan tujuan bersama. Yang tidak kalah penting dalam percakapan mengenai uang adalah apa prioritas utama yang akan dicapai dalam keluarga. Misalnya, jika keluarga memprioritaskan pendidikan anak, maka mulailah memperkirakan berapa jumlah uang yang dibutuhkan untuk biaya pendidikan sekian tahun ke depan, serta berapa uang yang harus mulai disisihkan sejak saat ini. Pemahaman ini memperjelas serta mempermudah pengaturan keuangan keluarga.
- Temukan arti uang bagi pasangan. Cobalah memahami pasangan dengan menemukan arti uang baginya. Uang dapat menjadi simbol kebutuhan dan harapan yang sering tak terungkap, namun potensial menimbulkan konflik. Psikiater Amerika, Ann Ruth Turkel, mengatakan bahwa untuk dapat memahami nilai uang bagi seseorang dapat dilihat dari latar belakang kehidupannya.
- Merasakan apa yang dirasakan pasangan. Terkadang perlu juga sekali waktu pasangan bertukar peran. Misalnya, jika Anda yang biasa belanja kebutuhan rumah tangga, sekali-sekali biarkan pasangan Anda yang berbelanja. Siapa tahu ia benar-benar tidak tahu harga sekotak popok bayi sekali pakai, atau harga sekaleng susu, misalnya. Dengan cara ini ia makin memahami bahwa harga-harga barang kebutuhan pokok semakin hari semakin tinggi, selain repotnya cari parkir di luar pasar swalayan atau hypermarket. .
- Adil dalam berbagi. Bila Anda dan pasangan sama-sama bekerja, buatlah pembagian pembayaran kebutuhan rumah tangga secara adil. Misalnya, Anda membayar uang sekolah anak, gaji pembantu serta membayar tagihan telepon. Sedangkan pasangan Anda membayar cicilan rumah, belanja bulanan dan rekening listrik.
- Menanyakan pada ahli. Sekarang banyak sekali ahli keuangan yang menyediakan jasa untuk membantu mengatur keuangan dalam keluarga. Seorang ahli tentu akan melihat masalah keuangan di dalam keluarga dengan cara yang lebih objektif. Jika merasa perlu, mengapa tidak menggunakan jasa mereka jika masalah keuangan dalam keluarga serasa semakin rumit? Tentu saja Anda harus mengusahakan untuk mencari seorang ahli keuangan keluarga yang baik dan dapat dipercaya.
Posting Komentar