Bestprofit Futures - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Survey Opini Publik Indonesia (Persepi)
Yunarto Wijaya (dari kiri ke kanan), Ketua Umum Nico Harjanto, Anggota
Dewan Etik Hamdi Muluk, dan anggota Persepi Hanta Yuda (kanan),
memberikan keterangan mengenai karut-marut hasil quick count Pemilihan
Umum 2014, di Jakarta, Rabu (9/7/2014). Persepi mengakui perbedaan hasil
quick count dapat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dengan dasar pemikiran itu, Persepsi meminta kepada seluruh lembaga
survei memberitakan hasil audit dan diumumkan kepada publik. (Nurul
Hidayat/JIBI/Bisnis)Sekretaris Jenderal Perhimpunan Survey Opini Publik
Indonesia (Persepi) Yunarto Wijaya (dari kiri ke kanan), Ketua Umum Nico
Harjanto, Anggota Dewan Etik Hamdi Muluk, dan anggota Persepi Hanta
Yuda (kanan), memberikan keterangan mengenai karut-marut hasil quick
count Pemilihan Umum 2014, di Jakarta, Rabu (9/7/2014).
Persepi mengakui
perbedaan hasil quick count dapat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab. Dengan dasar pemikiran itu, Persepsi meminta kepada
seluruh lembaga survei memberitakan hasil audit dan diumumkan kepada
publik.
Sejumlah peneliti memandang ada masalah pada metodologi dengan mencoloknya
perbedaan hasil sejumlah lembaga survei yang melakukan penghitungan cepat (quick
count) perolehan suara capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan
Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Peneliti LSI Adjie Alfaraby mengatakan jika metodologi lembaga survei semua
sama maka tidak mungkin didapatkan hasil yang jauh berbeda dengan hasil lembaga
survei lainnya. Lembaga survei yang diklaim Adjie dominan adalah
lembaga-lembaga survei yang menyebutkan Jokowi-Jk unggul dengan rentang 5% di
atas Prabowo-Hatta.
“Saya melihat aneh, tidak mungkin berbeda dengan selisih lebih 5 persen.
Kalau ada lembaga yang selisihnya sangat beda, pasti ada pertanyaan dari sisi
metode mungkin ada yang salah. Atau integritasnya dipertanyakan,” katanya saat
ditemui wartawan di Hotel Atlet Senayan, Jakarta, Kamis (10/7/2014).
Pada kubu yang sama, Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanudin Muhtadi
juga mengatakan hal senada. “Tujuan utama quick count itu sebagai alat
kontrol supaya gak terjadi kecurangan. Misalnya kalau terjadi perbedaan
pada hasil rekapitulasi nasional, saya berani bilang KPU yang salah,” katanya.
Itu pasalnya, Burhanudin menuding perbedaan yang dipublikasikan empat
lembaga survei di luar kubunya patut dipertanyakan. Sementara itu, Direktur
Eksekutif Cyrus Network Hasan Hasbi mengkhawatirkan adanya pangsa pasar dari quick
count yang disebutnya sebagai quick count hitam yang memang
bertujuan untuk membentuk opini publik.
“Kalau ini dibiarkan, akan ada pangsa pasar dari quick count hitam,
dari survei hitam. Maksudnya, kalo ini tidak dibereskan tahun ini, akan semakin
banyak yang bermunculan. Karena orang ingin ada memanfaatkan momen, quick count
itu membentuk opini public,”katanya.
Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Nico
Harjanto mengatakan akan mengaudit lembaga survei yang bernanung dibawah
Persepi dan melakukan quick count, yakni Lingkaran Survei Indonesia
(LSI), Saiful Mujani Research and Consulting, Cyrus Network, Populi Center,
Jaringan Suara Indonesia dan Puskaptis.
Audit tersebut dilakukan berdasarkan perbedaan lembaga survei dalam
menyajikan hasil quick count yang telah membingungkan masyarakat.
Tercatat, ada empat institusi yang menyatakan Prabowo-Hatta unggul dalam pemilu
presiden 2014 ini, yaitu Puskaptis, Indonesia Research Center, Lembaga Survei
Nasional, dan Jaringan Suara Indonesia.
Sementara itu, tujuh institusi lainnya menyatakan Jokowi-JK adalah pemenang
Pilpres 2014. Ketujuh institusi pro-Jokowi-Kalla itu antara lain Litbang Kompas,
Lingkaran Survei Indonesia, Indikator Politik Indonesia, Populi Center,
CSIS-Cyrus, Radio Republik Indonesia, dan Saiful Mujani Research and
Consulting.
Sumber : http://www.solopos.com/2014/07/11/hasil-pilpres-2014-peneliti-ingatkan-kemungkinan-beda-metodologi-survei-518601
Posting Komentar