BEST PROFIT FUTURES -
Menurut Rhenald, suatu organisasi bisa bertahan panjang bukan dibentuk
oleh manajemen yang hebat, tidak juga oleh orang-orang yang hebat,
ataupun sistem, melainkan dibangun oleh kekuatan nilai-nilai (values). Corporate culture selalu menekankan bottom up,
menggali segala sesuatu mulai dari bawah, bukan dari atas ke bawah.
Dengan demikian, semua orang harus ditanya apa yang sebenarnya mereka
inginkan. Corporate culture itu seperti bongkahan es, yang
tampak hanyalah yang di atas berupa simbol-simbol seperti logo, cara
berpakaian. Padahal yang harus dibangun adalah yang di bawah, yang tidak
kelihatan, yaitu nilai-nilai baru. Manusia itu berkomunikasi secara
simbolik, simbol sebagai identitas.
Apa peran “Culture Capital” dalam meningkatkan Corporate Culture?
Dikutip dari buku karangan bapak Dr. Djokosantoso Moeljono,
juga dari tulisan di Kompas yang membahas tentang “Culture Capital”
.Perusahaan komersial pada umumnya mempunyai tujuan jangka panjang yang
dilandasi oleh motif untuk menghasilkan nilai tambah bagi stakeholders.
Untuk itu, perusahaan membutuhkan 4 (empat) pilar utama untuk mendukung,
yaitu: 1) SDM yang bermutu, 2) IT yang terpadu, 3) Strategi yang tepat,
4) logistik yang memadai. Dalam pengelolaaan operasional perusahaan
jangka panjang, peran SDM mempunyai kedudukan sentral yang strategis,
karena: “asset make possibility, people make it happen.”
Penelitian menunjukkan terdapat 4 (empat) faktor yang menentukan perilaku manajemen suatu perusahaan, yaitu:
1) Budaya organisasi,
2) Struktur, sistem, rencana kebijakan formal,
3) Kepemimpinan,
4) Lingkungan yang teratur dan bersaing.
2) Struktur, sistem, rencana kebijakan formal,
3) Kepemimpinan,
4) Lingkungan yang teratur dan bersaing.
Budaya organisasi berada di tempat pertama sebagai faktor yang mengkondisikan faktor-faktor lain, karena:
• Budaya organisasi dapat mempunyai dampak yang berarti terhadap kinerja ekonomi jangka panjang.
• Budaya organisasi mungkin akan menjadi suatu faktor yang bahkan lebih penting lagi dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam dasa warsa yang akan datang.
• Budaya organisasi mungkin akan menjadi suatu faktor yang bahkan lebih penting lagi dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam dasa warsa yang akan datang.
Budaya organisasi pada dasarnya merefleksikan metodologi perusahaan itu
sendiri. Metodologi itu bisa muncul dari seseorang yang berada pada
posisi tertinggi organisasi untuk membangun kebersamaan (Graves 1986,
dalam Moeljono 2005).
Budaya dan Budaya Organisasi
Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan
kelompok manusia untuk waktu yang lama, Stoner dkk (dalam Moeljono,
2005) memberikan arti budaya sebagai gabungan kompleks asumsi, tingkah
laku, cerita, mitos, metafora dan berbagai ide lain yang menjadi satu
untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu. Sedang
budaya organisasi, atau sering juga disebut sebagai budaya kerja,
merupakan nilai yang disebar luaskan dalam organisasi dan diacu sebagai
filosofi kerja karyawan. Menurut Schein (1985), budaya organisasi
mengacu suatu sistem makna bersama, dianut oleh anggota-anggota nya,
yang membedakan organisasi itu terhadap organisasi yang lain (dalam
Moeljono, 2005).
Di sisi lain Robbins (1990), menyatkan bahwa budaya organisasi sering
diartikan sebagai filosofi dasar yang memberi arahan bagi kebijakan
organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah. Robbins juga
menyatakan, bahwa sebuah sistem pemahaman bersama dibentuk oleh para
warganya, sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Kreitner dan
Kinichi (1992), menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan perekat
organisasi, yang mengikat anggota organisasi melalui nilai-nilai yang
ditaati, peralatan simbolik, dan cita-cita sosial yang ingin dicapai.
Sedangkan Matsumoto (1996) menyatakan, budaya organisasi sebagai
seperangkat sikap nilai-ilai, keyakinan, dan perilaku yang dipegang oleh
sekelompok orang dan dikomunikasikan dari generasi ke generasi
berikutnya.
Fungsi dan Dinamika Budaya Organisasi
Fungsi Budaya Organisasi menurut Robbins (1991):
• Budaya organisasi mempunyai peran pembeda
• Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota organisasi
• Mempermudah timbulnya pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual
• Meningkatkan kemantapan sistem sosial
• Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota organisasi
• Mempermudah timbulnya pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual
• Meningkatkan kemantapan sistem sosial
Dalam hubungannya dengan segi sosial, budaya berfungsi sebagai perekat
sosial yang membantu mempersatukan organisasi dengan memberikan
standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dilakukan dan dikatakan
oleh para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat
makna, dan kendali, yang membantu dan membentuk sikap serta perilaku
para karyawan (Gordon, 1991).
Menurut Jusi (dalam Moeljono,2005), budaya yng kuat didukung oleh
faktor-faktor: leadership, sense of direction, climate, positive
teamworks, value add systems, enabling structure, appropriate
competences, and developed individual. Diantara faktor pendukung
tersebut, menurut pengalaman, faktor leadership sangat menonjol, dalam
artian bahwa komitmen, kesungguhan tekad dari pimpinan tertutama
pimpinan puncak organisasi merupakan faktor utama yang sangat mendukung
terlaksananya suatu budaya peusahaan.
7-S McKinsey Framework, menunjukkan tujuh variabel yang berpengaruh terhadap kesuksesan suatu organisasi, yaitu:
7-S McKinsey Framework, menunjukkan tujuh variabel yang berpengaruh terhadap kesuksesan suatu organisasi, yaitu:
• Strategi dan Struktur (hardware of organization)
• Style (gaya) , Staf (karyawan), Skill (kemampuan)
• Dan Shared Value (budaya organisasi) yang merupakan software of organization.
• Style (gaya) , Staf (karyawan), Skill (kemampuan)
• Dan Shared Value (budaya organisasi) yang merupakan software of organization.
Dalam sebuah budaya organisasi yang kuat, seperangkat nilai dan metode
menjalankan bisnis perusahaan yang relatif konsisten, memudahkan para
karyawan baru dapat mengadopsi nilai-nilai ini dengan sangat cepat.
Apa yang dimaksud dengan budaya organisasi?
Moeljono (2005), mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem
nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisasi dan yang dipelajari,
diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi
sebagai sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku
dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Budaya organisasi dimanakah yang dapat memberikan kontribusi?
• Fungsi ke-1: Budaya organisasi memberikan identitas-identitas yang
khas terhadap anggota organisasi. Identitas ini membuat berbeda dengan
anggota organisasi yang lain, sekaligus memberi pola identifikasi pada
orang dimanapun berada.
• Fungsi ke-2: Budaya organisasi merekatkan anggota organisasi satu sama
lain, kepada institusi dan sistem organisasi. Perekatan ini membangun
trust dari organisasi.
• Fungsi ke-3: Budaya organisasi memberikan standar yang tepat untuk apa
yang harus dikatakan dan dilakukan oleh karyawan. Budaya organisasi
merupakan nilai-nilai yang menentukan perilaku dari individu manusia
dalam organisasi.
Apa yang dimaksud dengan pengejawantahan Culture Capital?
Disini budaya telah menjadi sebuah shared value yang kuat, yang
ditunjukkan dalam setiap perilaku masyarakat yang tergabung dalam
organisasi tersebut. Kita bisa mengambil contoh, masyarakat Bali. Yang
membuat orang luar terkesan pada masyarakat Bali adalah, bagaimana
mereka melakukan ritual dalam sembahyang, seni, cara berpakaian,
berbahasa serta bersikap dan berperilaku, yang keramahtamahan nya telah
diakui oleh semua turis, yang pernah datang ke Bali. Pada saat merasa
budayanya terancam, para pecalang atau polisi adat akan berperan
meluruskan kebiasaan, membela kepentingan adat, bahkan meyakinkan agar
kaum muda tak terpengaruh akan derasnya budaya luar yang masuk. Dalam
hal ini, masyarakat Bali, membuktikan kekuatan budayanya, yang kemudian
telah menjadi kekuatan modal atau culture capital yang bisa dijual dan
merupakan compettive advantage. Budaya yang telah kuat tersebut tetap
harus dikelola, dikembangkan secara berkesinambungan sehingga menjadi
modal yang kuat.
Di sebuah perusahaan, selain keramahtamahan para petugas frontliners,
perusahaan menerapkan budaya cara berpakaian dan melayani pelanggan.
Dari penelitian menunjukkan, pelanggan tak segan mengeluarkan biaya
lebih besar untuk service yang lebih prima, terutama bagi perusahaan
yang mempunyai karyawan yang ramah menghadapi pelanggan. Sering kita
lupa, bahwa hubungan antara manusia, keyakinan dan persepsi sebagai
aspek budaya, kerap belum diangkat ke permukaan. Pentingnya “State of
Mind” dalam budaya, baru diterjemahkan dalam produk-produk bahasa,
artefak, buku dan lain-lain. Jadi, budaya Indonesia bukan hanya sekedar
kain batik, kain songket, namun juga harus melingkupi sikap dan perilaku
yang dapat dijual. Budaya perusahaan bukan sekadar tergambar pada logo,
interior, slogan, ritual briefing, tetapi juga berasal dari keyakinan
akan makna dan pentingnya nilai, dibalik sikap dan perilaku manusianya.
Yang perlu diperkuat adalah bagaimana respon kita terhadap suatu
situasi, mempersepsikan suatu kejadian, berkomunikasi dalam setiap
situasi, senyum yang dipasang sesuai dengan jiwa. Kebiasaan ini, yang
positif, harus terus dikembangkan menjadi kekuatan budaya, dan
ditularkan ke lingkungan sekitar. Keramahtamahan masyarakat Indonesia
harus bisa ditunjukkan dalam sikap dan perilaku sehari-hari, sehingga
yang dikenal di dunia tak hanya masyarakat Bali, namun juga semua
masyarakat di seluruh Indonesia dikenal keramahtamahannya, disiplin,
serta berperilaku sopan serta ramah, karena alam Indonesia sungguh
indah, sehingga dengan potensi tersebut, banyak sekali competitive
advantage Indonesia yang bisa menarik turis.
Posting Komentar