Memahami Investasi

Jumat, 06 Juni 20140 komentar

Bestprofit Futures – Memahami Investasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar. Penyebab inflasi beragam, mulai dari konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya ketidaklancaran distribusi barang.Inflasi juga merupakan proses penurunan nilai mata uang secara berkelanjutan. Dampak inflasi yang begitu besar, membuat kekhawatiran beberapa pihak, seperti masyarakat.Pada saat inflasi tampak sebagai ancaman bagi kondisi keuangan, mungkin ini waktunya bagi masyarakat selaku investor untuk berpikir tentang portofolio investasi mereka.

Apa itu Investasi?

Anda pasti sering mendengar kata investasi. Tapi, apakah Anda benar-benar paham arti kata investasi itu? Mungkin ada yang sudah paham, tapi banyak pula yang baru mengerti setengah-setengah. Nah, mulai hari ini, kita akan membahas seluk-beluk investasi; mulai dari pengertian investasi itu sendiri, tujuan investasi, sampai profil risiko investor, sampai macam-macam instrumen investasi.

Lantas, bagaimana cara untuk memperoleh uang lebih? Ya, mau tidak mau, kita harus bekerja lebih lama. Masalahnya, waktu yang tersedia untuk bekerja itu ada batasnya. Lagi pula, apa enaknya memiliki duit banyak kalau kita tidak memiliki waktu untuk menikmatinya?

Seandainya kita bisa membelah diri, barangkali masalah itu bisa teratasi. Tapi, tak perlu pusing berpikir membelah diri,  sebab sebenarnya Anda bisa mempekerjakan uang Anda agar memperoleh uang lebih banyak. Dengan cara ini, sembari Anda bekerja, tidur, atau pelesiran; uang yang Anda investasikan akan berbiak. Anda tetap akan memperoleh penghasilan lebih meskipun tidak naik gaji, atau lembur.

Ada banyak ladang investasi untuk membiakkan duit Anda. Misalnya, Anda bisa menginvestasikan duit Anda di saham, obligasi, reksadana, emas, properti, atau bahkan memulai bisnis sendiri. Setiap ladang investasi ini tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tapi, di mana pun investasinya, idenya tetap sama. Yakni: menempatkan sebagian uang agar bisa memperoleh penghasilan lebih.

Tapi, jangan salah; investasi bukanlah berjudi. Berjudi adalah menempatkan uang dengan tujuan untuk memperoleh uang atau keuntungan yang belum pasti. Memang, ada yang bilang bahwa ketika kita berinvestasi di saham, kita sebenarnya seperti berjudi. Mungkin ini benar, jika Anda berinvestasi di saham hanya berdasar tebakan semata.

Tapi, investor yang asli tidak asal melemparkan duitnya sambil merem. Ia selalu melakukan analisis, dan hanya akan menempatkan duitnya jika memang ada potensi keuntungan yang masuk akal. Memang, akan tetap ada risiko ketika kita berinvestasi. Tapi, berinvestasi bukanlah sekadar berharap agar Dewi Fortuna mendekati kita.


  • Nilai Waktu Uang
Waktu adalah uang, time is money. Anda tentu sudah sering mendengar pepatah ini. Ya, waktu memang berharga. Bahkan, faktor waktu juga bisa mempengaruhi nilai uang yang kita miliki. Karena itulah muncul konsep nilai waktu uang atau time value of money. Setiap investor mesti memahami konsep ini karena ia menjadi salah satu dasar dalam investasi dan manajemen keuangan.

NILAI waktu uang atau time value of money adalah konsep yang menjabarkan bahwa uang yang tersedia pada saat ini lebih berharga dibandingkan uang dalam jumlah sama yang tersedia di masa yang akan datang. Soalnya, ada faktor bunga yang bisa membuat uang yang telah kita terima menjadi berbiak. Dus, semakin cepat uang itu kita terima, ia akan semakin berharga.

Karenanya, Anda harus hati-hati saat membandingkan nilai uang yang Anda terima dalam waktu yang berbeda. Dalam hal ini, Anda harus memperhatikan faktor waktu dan bunga.

Biar lebih jelas, mari kita ambil contoh. Mana yang lebih berharga uang Rp 1.000 yang Anda terima sekarang dan uang Rp 1.000 yang Anda terima tahun depan? Berdasarkan konsep nilai waktu uang, tentu saja uang Rp 1.000 yang Anda terima sekarang lebih berharga. Sebab, uang itu dapat menghasilkan bunga selama satu tahun ke depan. Misalnya, Anda membiakkan uang itu di deposito yang memberikan bunga 5% per tahun. Berarti tahun depan, uang Rp 1.000 itu sudah berkembang menjadi Rp 1.050.

Tapi, bagaimana jika yang dibandingkan adalah uang Rp 1.000 yang diterima saat ini dan uang Rp 1.050 yang diterima satu tahun lagi? Untuk membandingkan kedua angka yang berbeda itu, kita harus mencari kesetaraan nilai uang itu pada waktu yang sama. Kita bisa menggunakan waktu sekarang atau waktu satu tahun lagi. Jika kita menggunakan waktu yang akan datang, berarti kita harus membungakan uang yang diterima sekarang. Sebaliknya, jika kita menggunakan masa sekarang, kita harus mendiskon atau memotong uang yang akan diterima setahun lagi menggunakan faktor bunga. Tentu saja semuanya bergantung pada bunga yang berlaku.

Makin tinggi bunga, makin tinggi nilai uang Rp 1.000 di masa depan. Tapi, makin tinggi bunga, makin rendah nilai Rp Rp 1.050 yang akan diterima satu tahun mendatang.?

Untuk membandingkan nilai sejumlah uang yang kita terima saat ini dengan nilainya jika kita terima di masa yang akan datang, kita harus mencermati tingkat bunga yang berlaku di pasar. Semakin tinggi bunga, seperti bunga deposito perbankan, nilai uang yang kita terima saat ini akan semakin berharga. Sebab, dengan bunga yang tinggi, uang itu bisa berbiak lebih dengan cepat.

UNTUK menghitung nilai waktu uang (time value of money), ada dua konsep yang sering dipergunakan. Yakni, konsep nilai tunai atau present value (PV) dan nilai di masa mendatang atau future value (FV).Nah, berdasarkan dua konsep itu, kita bisa menghitung nilai di masa mendatang dari sejumlah uang tunai saat ini. Tentu saja, asumsinya, uang itu diinvestasikan atau didepositokan di bank dengan tingkat bunga tertentu.

Misalnya, uang tunai senilai Rp 1.000 saat ini Anda simpan di bank dengan bunga 10% per tahun. Pada akhir tahun, uang itu akan berbiak menjadi Rp 1.100 [1.000 x (1+10%)]. Nah, jika Rp 1.100 itu terus disimpan di dalam bank dalam beberapa periode, ia akan terus bunga. Inilah yang disebut bunga majemuk (compound interest). Nah, dalam menghitung nilai masa mendatang yang melibatkan investasi dalam beberapa tahun itu, kita bisa menggunakan rumus: PV (1+i)n, Huruf n adalah jumlah periode sedangkan huruf i adalah tingkat bunga tiap periode (dalam persen).

Selain itu, kita juga bisa menghitung nilai tunai sekarang dari sejumlah uang yang akan diterima dalam suatu periode di masa yang akan datang. Misalkan, Anda akan menerima Rp 1.100 satu tahun mendatang. Dengan bunga yang berlaku 10% per tahun, artinya nilai Rp 1.100 itu, saat ini, akan bernilai Rp 1.000 [1.100/(1+10%].

Nah, jika perhitungan itu melibatkan periode yang lebih dari satu periode, rumusnya menjadi: FV/(1+i)n. Dengan kata lain, present value adalah kebalikan dari future value.

Dus, bilang tingkat bunga adalah 5% per tahun, Rp 1.000 saat ini akan setara nilainya dengan Rp 1.050 yang kita terima setahun mendatang. Sebaliknya, nilai tunai Rp 1.050 yang kita terima satu tahun lagi, akan setara dengan uang Rp 1.000 yang kita terima di saat ini. Artinya, jika bunga yang berlaku lebih dari 5%, Rp 1.000 yang kita terima saat ini lebih tinggi Rp 1.050 yang kita terima satu tahun lagi.?


  • Portofolio
Apa itu portofolio? Portofolio adalah gabungan atau kombinasi dari berbagai instrumen atau aset investasi yang disusun untuk mencapai tujuan investasi investor. Selain itu, kombinasi berbagai instrumen investasi itu juga menentukan tinggi risiko dan potensi keuntungan yang diperoleh portofolio tersebut.

Isi portofolio itu bisa macam-macam; mulai dari properti, saham, instrumen pendapatan tetap seperti obligasi, sampai duit tunai atau setara kas. Tapi, untuk saat ini, kita akan fokus pada portofolio untuk aset investasi yang paling likuid yaitu: saham, instrumen pendapatan tetap, dan kas atau setara kas.

Nah, secara garis besar, ada tiga jenis portofolio. Yang pertama portofolio berdasarkan strategi investasi yang agresif. Ini adalah portofolio yang membidik keuntungan tertinggi yang mungkin tercapai. Tentu saja, portofolio ini hanya cocok untuk investor yang rela memikul risiko yang tinggi demi memperoleh keuntungan yang setinggi-tingginya. Selain itu, kadang kala, jangka waktu investasinya juga harus lama. Portofolio yang agresif ini biasanya memiliki porsi investasi yang besar di instrumen saham.

Yang berikutnya adalah portofolio berdasarkan strategi investasi yang konservatif. Portofolio ini mengutamakan keamanan. Karena itu, portofolio konservatif lebih cocok untuk investor yang cenderung menghindari risiko dan memiliki horizon investasi tak terlalu lama. Portofolio ini biasanya terutama berisi aset kas dan setara kas atau instrumen pendapatan tetap yang berkualitas bagus. Tujuan utama portofolio konservatif adalah mempertahankan nilai uang agar tak tergerus inflasi.

Terakhir adalah portofolio moderat. Portofolio ini paling pas untuk investor yang memiliki horizon investasi cukup panjang plus profil risiko yang sedang. Dalam kasus ini, investor biasanya mencari keseimbangan antara risiko dan keuntungan yang dihasilkan portofolio tersebut. Umumnya, portofolio itu berisi 50%-55% saham, 35%-40% obligasi, serta 5%-10% kas dan setara kas.

Nah, utuk mencari portofolio yang paling cocok untuk Anda, terlebih dahulu Anda harus mengenali profil risiko dan menentukan tujuan investasi Anda secara saksama.


  • Seberapa Besar Nyali Anda?
Supaya tidak stres belakangan, sebelum berinvestasi, investor mesti menyesuaikan instrumen investasi pilihannya dengan profil risiko mereka. Nah, setiap investor mempunyai profil risiko investasi berbeda. Ada yang berani mengambil risiko tinggi demi harapan memperoleh keuntungan supertinggi, ada pula yang amat hati-hati, meski keuntungannya kecil. Anda termasuk yang mana?

Sebenarnya, cara mengukur profil risiko investasi amat sederhana. Intinya, kita harus tahu dulu seberapa besar kita rela kehilangan uang yang kita investasikan. Ekstremnya, kalau rela kehilangan seluruh (100%) duit investasi, berarti Anda termasuk tipe investor yang sangat agresif atau nyali risikonya tinggi. Investor tipe ini cocok berinvestasi di instrumen berisiko tinggi seperti saham atau reksadana saham. Contoh lain, yang lebih tinggi risikonya adalah instrumen derivatif, yang potensi kerugiannya bisa lebih besar dari nilai investasi awal.

Sebaliknya, kalau tidak mau kehilangan sepeser pun dari pokok investasi, Anda memiliki profil risiko konservatif. Deposito dan properti (khususnya tanah) cocok menjadi alat investasi Anda. Bila Anda berani mengambil risiko kehilangan sebagian dana demi mengejar keuntungan lebih tinggi, profil risiko Anda adalah moderat atau menengah. Instrumen yang tepat untuk investor moderat di antaranya reksadana pendapatan tetap.

Pengukuran risiko dengan metode di atas sering kali kurang memuaskan. Pasalnya, selain tingkat kerelaan kehilangan uang, ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan dalam mengukur profil risiko investor. Menurut para pakar keuangan, profil risiko juga bergantung pada umur si investor. Semakin tua umur seseorang, umumnya dia cenderung menghindari risiko tinggi dan memilih pendapatan stabil. Seorang pengusaha atau eksekutif muda dengan prospek karir cerah umumnya lebih berani mengambil risiko tinggi demi keuntungan tinggi pula.

Profil risiko investasi sangat bergantung pula pada jangka waktu investasi. Semakin pendek jangka waktu duit itu bisa diinvestasikan, si investor akan makin konservatif. Horizon investasi ini juga sangat bergantung pada porsi duit yang diinvestasikan terhadap total kekayaan si investor. Kalau duit diinvestasikan hanya 10% dari kekayaan, jangka waktu investasi bisa lebih panjang dan profil risikonya juga bisa lebih agresif.

Satu hal yang tak boleh dilupakan, profil risiko seseorang bisa berubah. Ketika pertama kali berinvestasi, sebagian orang cenderung memilih instrumen berisiko rendah. Tapi, begitu kantong makin tebal dan pengalaman berinvestasi makin matang, biasanya mereka lebih berani memilih instrumen berisiko tinggi. Jadi, profil risiko Anda juga harus dievaluasi.

Anda bisa mengukur sendiri seberapa tebal nyali risiko investasi Anda dengan mengisi kuesioner berikut ini.

Catatan: Angka di belakang pilihan jawaban adalah skor untuk masing-masing jawaban tersebut.


1. Manakah yang paling menggambarkan toleransi Anda terhadap risiko dan cara Anda berinvestasi untuk mencapai tujuan?

2. Nilai investasi akan naik turun tergantung instrumen yang Anda pilih. Seberapa besar nilai fluktuasi investasi yang bisa Anda terima:

3. Keuntungan sebuah investasi kadang lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi. Mana yang paling benar:

4. Saya tahu nilai portofolio saya akan berfluktuasi. Namun, maksimum kerugian yang bisa saya tanggung dalam satu tahun kurang lebih:

5. Ada dua tawaran investasi: A dan B. Investasi A memberikan keuntungan rata-rata 5% per tahun dengan kemungkinan berkurangnya modal sangal minim. Investasi B memberikan hasil 10% per tahun, tapi ada risiko modal bisa turun 20% per tahun. Untuk mencapai tujuan saya, saya akan menaruh uang saya:

6. Dalam 60 tahun, portofolio investasi A, B, C, dan D memberikan rata-rata keuntungan per tahun A: 3,7% , B: 5,2%, C: 12,2%, dan D: 17,4%. Angka itu diperoleh dari perhitungan rata-rata hasil tahunan terendah dan tertinggi masing-masing portofolio. Saya akan memilih investasi utama saya di:

Hasil penjumlahan skor:

1. 6-15 = konservatif

2. 6-25 = konservatif moderat (limited risk)

3. 26-34 = moderat

4. 35-44 = moderat agresif

5. 45-54 = agresif

Setiap investor memiliki profil risiko yang berbeda-beda. Ada investor yang cenderung konservatif, moderat, dan juga konservatif. Nah, faktor penentu profil risiko masing-masing investor itu banyak. Misalnya jangka waktu investasi, umur, dan juga gaya hidup si investor. Nah, jika investor sudah mengenali profil risikonya, ia tinggal mencari instrumen investasi yang sesuai.


  • Inflasi dan Investasi
Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia, kita hanya perlu merogoh kocek sekitar Rp 2 juta untuk membeli sebuah sepeda motor baru. Tapi, kini harga sepeda motor baru minimal sudah mencapai sekitar Rp 10 juta. Selain motor, harga rumah, mobil, minyak, bensin, bahkan sampai harga nasi bungkus juga makin mahal. Ini fakta bahwa kita telah mengalami inflasi yang sangat tinggi dalam 10 tahun terakhir.

Namun, apakah inflasi, apa yang memicu inflasi, dan apa dampaknya bagi investasi kita? Definisi inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara terus-menerus. Tingkat inflasi dinyatakan dalam persen setiap tahun.

Jika inflasi meningkat, nilai uang kita juga akan menyusut. Sebab, dengan jumlah uang yang sama kita hanya mampu membeli produk atau jasa dalam jumlah yang semakin sedikit.

Jenis atau variasi inflasi sendiri ada beberapa. Yang pertama adalah deflasi. Ini adalah lawan dari inflasi. Jadi, dalam deflasi, harga barang dan jasa justru turun. Kedua, adalah hiperinflasi. Ini terjadi jika inflasi menyentuh angka yang sangat tinggi. Hiperinflasi pernah terjadi di Jerman pada tahun 1923 ketika harga-harga melonjak sampai 2.500% dalam sebulan.

Ketiga adalah stagflasi. Ini adalah kombinasi antara inflasi, pertumbuhan ekonomi yang mandek, dan pengangguran yang tinggi. Banyak negara industri mengalami stagflasi pada tahun 1970-an ketika kondisi ekonomi diperparah oleh kebijakan OPEC menaikkan harga minyak.

Saat ini, negara-negara maju berusaha menjaga inflasi mereka di angka 2%-3%. Sementara, di negara-negara berkembang biasanya tingkat inflasinya lebih tinggi.

Ada dua hal yang memicu inflasi itu. Yang pertama adalah peningkatan permintaan. Inflasi semacam ini disebut juga demand-pull inflation. Dalam kondisi ini, harga barang dan jasa meningkat karena permintaannya melonjak tinggi.

Yang kedua, biaya produksi (cost-push inflation). Pada saat biaya produksi perusahaan naik, biasanya ia juga akan meningkatkan harga produknya. Biaya produksi itu bisa mencakup gaji, pajak, harga bahan baku, dan lain-lain.?

Banyak orang yang mengatakan bahwa inflasi itu seperti hantu. Ia tak kelihatan tapi mengancam semua orang. Tak hanya orang miskin, orang kaya pun akan terkena dampak inflasi. Nilai uang yang mereka miliki akan sama-sama tergerus. Tapi, tentu saja, daya tahan masing-masing orang untuk bisa memikul dampak inflasi berbeda-beda.


Orang miskin merasakan dampak paling pahit.

NAMUN, sebenarnya dampak inflasi juga bergantung pada jenis inflasinya, apakah masyarakat sudah mengantisipasi inflasi itu atau belum.

Jika suatu inflasi sudah diantisipasi (anticipated inflation), kita bisa bisa siap-siap untuk mengkompensasi inflasi itu. Misalnya, perbankan bisa mengubah bunganya atau karyawan bisa melakukan negosiasi dengan perusahaan untuk memberikan kenaikan gaji otomatis yang menyesuaikan dengan tingkat inflasi.

Masalah menjadi rumit jika inflasi itu datang tiba-tiba atau tak bisa diantisipasi (unanticipated inflation).

Ambil contoh, pihak kreditur pasti akan rugi, sementara debitur atau pengutang untung jika kreditur itu tak bisa mengantisipasi inflasi dengan tepat. Ketidakpastian juga akan membuat perusahaan dan konsumen menunda konsumsinya. Ujung-ujungnya, ekonomi dalam jangka panjang akan terganggu. Selain itu, daya beli orang yang memiliki gaji tetap seperti pensiunan juga pasti akan merosot.

Namun demikian, jangan hanya melihat inflasi dari sudut pandang negatif. Sebab, sebenarnya inflasi juga memberikan sinyal-sinyal positif tentang perekonomian suatu negara. Sejatinya, adanya inflasi merupakan tanda bahwa ekonomi suatu negara sedang tumbuh. Bahkan, dalam kondisi tertentu, inflasi yang terlalu rendah (atau bahkan deflasi) sama buruknya dengan inflasi yang tinggi.

Inflasi yang rendah itu mungkin merupakan pertanda bahwa ekonomi sedang melemah. Misalnya, inflasi yang rendah itu muncul karena tingkat produksi perusahaan rendah atau konsumsi masyarakat melambat. Kesimpulannya, kita tak bisa selalu mengatakan bahwa inflasi merupakan hal yang buruk.?
Memahami seluk-beluk investasi sangat penting bagi para investor. Sebab, inflasi juga mempengaruhi nilai uang yang diinvestasikan oleh investor. Inflasi itu akan menggerus keuntungan investasi para investor. Jadi, investor harus hati-hati memilih produk investasi. Jika asal tubruk, alih-alih berbiak, dana yang ditanamkan oleh investor justru terancam menyusut.

DAMPAK inflasi terhadap portofolio investasi Anda sangat bergantung pada jenis instrumen investasi yang Anda miliki. Jika hanya berinvestasi di saham, Anda mestinya tak perlu terlalu khawatir.

Pasalnya, dalam jangka panjang, pendapatan dan laba emiten saham akan tumbuh mengikuti inflasi. Karenanya, dalam jangka panjang, inflasi juga akan membuat harga saham selalu naik. Jadi, Anda tak perlu khawatir inflasi itu akan menggerus investasi saham Anda.

Namun, ada pengecualian, saat terjadi stagflasi. Kombinasi ekonomi yang buruk dan peningkatan biaya produksi membuat kinerja perusahaan itu juga memburuk.

Lain lagi ceritanya investor yang berinvestasi di instrumen pendapatan tetap. Mereka ini justru akan mengalami dampak paling buruk dari inflasi. Ambil contoh, setahun yang lalu, seorang investor menginvestasikan Rp 1 miliar dalam sebuah obligasi yang memberikan imbal hasil 10% per tahun. Artinya, saat ini, nilai investasi investor itu telah berkembang menjadi Rp 1,1 miliar.

Tapi, apakah keuntungan yang Rp 100 juta itu benar-benar riil?

Jawabannya tidak. Jika dalam setahun terakhir inflasi positif, nilai uang juga akan menyusut, termasuk keuntungan investor itu. Karenanya, kita juga harus memperhitungkan dampak inflasi. Jika inflasi satu tahun terakhir 6%, artinya keuntungan riil investor itu sebenarnya hanya 4%.


Contoh ini menunjukkan perbedaan antara bunga nominal dan bunga riil. Bunga nominal adalah tingkat pertumbuhan jumlah uang Anda. Adapun bunga riil adalah pertumbuhan riil dari daya beli Anda. Dengan kata lain, rumus bunga riil adalah: bunga nominal dikurangi dengan inflasi. ?


  • Mengenal The Fed
Karena memiliki kekuatan terbesar di dunia, ekonomi Amerika Serikat (AS) sangat menentukan arah pergerakan ekonomi dan pasar modal dunia. Karena itu, investor sebaiknya juga mengenal seluk-beluk dan cara kerja The Fed atau Bank Sentral AS. Maklum, saat ini, kebijakan The Fed-lah yang menyetir kebijakan moneter di AS. Kebijakannya juga sangat menentukan arah pasar modal di seluruh dunia.

THE Federal Reserves atau The Fed dibentuk oleh Kongres AS pada tahun 1913. Lembaga ini sangat independen. Artinya, kebijakannya tidak perlu memperoleh persetujuan dari Presiden AS. Tapi, secara berkala, Kongres akan mengevaluasi kinerja The Fed.

The Fed ini dijalankan oleh Dewan Gubernur (Board of Governors) yang bermarkas di New York. Dewan ini berisi tujuh anggota dengan masa jabatan 14 tahun. Semua anggota dewan ini harus disetujui oleh Senat.
Selain itu, ada Ketua dan Wakil Ketua Dewan Gubernur The Fed yang ditunjuk oleh presiden untuk masa jabatan empat tahun. Alan Greenspan — bos The Fed yang paling terkenal — menduduki posisi ketua dewan gubernur sejak tahun 1987. Pada 1 Februari 2006 lalu, Ben Bernanke naik menggantikan Greenspan sebagai Ketua The Fed.

Oh, ya, The Fed memiliki 12 cabang Federal Reserves Bank yang terletak di kota-kota besar.

The Fed juga memiliki tim yang disebut Federal Open Market Committee atau FOMC. Ini merupakan tim paling berkuasa yang menentukan seluruh kebijakan The Fed.

Biasanya, Ketua Dewan Gubernur The Fed juga menjadi kepala FOMC. Adapun anggota FOMC terdiri dari tujuh anggota Dewan Gubernur, Kepala Federal Reserve Bank New York, dan kepala dari empat Reserve Bank lain yang menjabat secara bergiliran. Semua pejabat-pejabat ini memiliki satu hak suara dalam voting FOMC.

FOMC selalu membuat kebijakan penting menyangkut suku bunga dan kebijakan moneter AS. Karenanya, investor di seluruh dunia selalu memperhatikan jadwal rapat FOMC ini. Media pun berlomba-lomba memberitakannya.

Layaknya bank sentral di negara-negara lain, The Federal Reserves (The Fed) mempunyai beberapa tugas pokok. Di antaranya adalah menjadi bank bagi bank-bank di seluruh Amerika Serikat (AS), menjadi bank untuk pemerintah AS, dan menjadi regulator institusi keuangan. Selain itu, The Fed juga memiliki wewenang untuk mengelola kondisi moneter AS. Bedanya, dibandingkan dengan bank-bank sentral lain, kebijakan-kebijakan The Fed itu bisa mempengaruhi pasar keuangan di seluruh dunia, termasuk juga sampai ke Indonesia.

YANG paling banyak memperoleh sorotan adalah kebijakan moneter The Fed. Ini mencakup semua kebijakan untuk mempengaruhi jumlah uang dan kredit yang beredar di dalam ekonomi AS. Selanjutnya, perubahan jumlah uang beredar dan kredit itu akan mempengaruhi tingkat suku bunga dan kinerja ekonomi AS.

The Fed memiliki tiga alat utama untuk menjalankan kebijakan moneternya. Yang pertama adalah melalui operasi pasar terbuka. Seperti Bank Indonesia (BI) di Indonesia, The Fed sering membeli maupun menjual surat utang negara di pasar finansial. Dengan cara ini, The Fed ingin mengendalikan jumlah dana di sistem perbankan.

Yang kedua, The Fed juga melakukan kebijakan moneter melalui penentuan bunga diskonto atau discount rate. Ini adalah bunga yang dikenakan kepada bank-bank yang meminjam dana jangka pendek dari The Fed. Discount rate ini sangat penting karena memberikan petunjuk tentang arah kebijakan moneter The Fed.

Contoh terbaru, akhir pekan lalu, The Fed memangkas discount rate dari 6,25% menjadi 5,75%. Tujuannya, The Fed ingin menyediakan likuiditas atau dana berbunga murah kepada bank-bank yang memang sedang butuh dana jangka pendek setelah terjadi krisis kredit perumahan berisiko tinggi (subprime di AS). Dampak kebijakan The Fed ini sungguh luar biasa. Bursa saham dunia yang semaput dalam dua pekan terakhir langsung siuman.

The Fed juga bisa mengontrol uang yang beredar di perbankan dengan menentukan giro wajib minimum atau reserver requirements. Ini adalah dana minimal yang harus disimpan perbankan.

Terakhir, yang paling banyak mendapat sorotan investor dunia, The Fed juga mempunyai alat berupa The Federal Fund Rate untuk mengontrol kondisi moneter AS. Sejatinya, The Fed Fund Rate Ini adalah bunga yang berlaku antar-bank ketika mereka saling meminjam dana. Nah, FOMC akan menentukan target The Fed Fund Rate ini dari waktu ke waktu. Jadi, sekali lagi, The Fed hanya menentukan target saja, bukan bunga yang sebenarnya. Sebab, bunga antar-bank yang sebenarnya ditentukan oleh mekanisme pasar antar-bank.

Nah, jika orang mengatakan The Fed menaikkan atau menurunkan suku bunga, sebenarnya yang mereka bicarakan adalah target The Fed Fund Rate ini. Tapi, meskipun hanya target, The Fed Rund Rate ini ujungnya akan sangat mempengaruhi tingkat bunga perbankan lain, seperti bunga kredit dan bunga simpanan.
Pada tanggal 18 September mendatang, The Federal Open Market Committee (FOMC) akan menggelar pertemuan rutin. Pertemuan seperti ini selalu ditunggu-tunggu oleh pelaku pasar keuangan di seluruh dunia. Maklum, di dalam rapat itu, FOMC biasanya akan menentukan kebijakan suku bunga di Amerika serikat. Nah, peningkatan atau penurunan suku bunga di AS ini akan sangat menentukan arah pasar modal dunia.

Pertemuan FOMC biasanya berlangsung delapan kali dalam satu tahun. Dalam pertemuan ini, FOMC akan membuat keputusan apakah perlu mengubah kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS).

Sebelum pertemuan itu, setiap anggota FOMC memperoleh “Green Book” yang berisi prediksi ekonomi AS yang dibuat oleh para staf dewan gubernur The Fed. Mereka juga menerima “Blue Book” yang berisi analisis kebijakan moneter dan “Beige Book” tentang kondisi ekonomi regional.

Dalam pertemuan itu, FOMC juga memutuskan apakah akan menaikkan, menurunkan, atau tak mengubah target Fed funds rate. FOMC juga memutuskan tingkat bunga diskonto (discount rate). Sekadar mengingatkan, Fed funds rate adalah bunga pinjam-meminjam dana atarbank. Adapun discount rate adalah bunga pinjaman dana dari The Fed untuk bank-bank.

Khusus soal Fed funds rate, The Fed hanya menentukan targetnya karena Fed funds rate yang berlaku di pasar sebenarnya sangat bergantung pada mekanisme pasar. The Fed akan berupaya keras untuk mempengaruhi bunga itu, tapi ada banyak faktor lain yang ikut menentukannya.

Misalnya, pada saat masa liburan akhir tahun, masyarakat membutuhkan dana yang lebih banyak untuk konsumsi. Pada saat itu, bank harus mengeluarkan banyak dana dan pada akhirnya harus meminjam dana jangka pendek (overnight) dari bank lain. Ini akan membuat bunga Fed funds rate meningkat.

Jadi, jangan bingung jika media memberitakan The Fed meningkatkan bunga. Sebenarnya, yang mereka maksud adalah target bunga Fed funds rate itu. Bagaimana target ini bisa mempengaruhi bunga Perbankan??

The Federal Reserve (The Fed) bisa membuat keputusan menaikkan, menurunkan, atau tak mengubah target The Fed funds rate. Jika ia menurunkan target bunga itu, biasanya sentimen positif akan merasuki para saham global.

Soalnya, bunga yang rendah membuat investor lebih suka masuk ke pasar saham. Sebaliknya, jika The Fed menaikkan target bunga, pasar saham akan dirasuki sentimen negatif.

Sejatinya, kebijakan moneter The Fed selalu bertujuan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, dan harga-harga yang stabil. Karenanya, keputusan atas target Fed funds rate yang dibuat Federal Open Market Committee (FOMC) akan selalu mengacu pada tujuan-tujuan itu.

Jika FOMC ingin mendongkrak ekonomi, ia akan menurunkan target Fed funds rate. Sebaliknya, jika ingin mengerem laju ekonomi, FOMC akan menaikkan targetnya.

Kadangkala, FOMC tidak mengubah target Fed funds rate tapi memperingatkan bahwa mungkin akan ada perubahan kebijakan di masa yang akan datang. Peringatan ini disebut “bias”.

Agar target Fed funds rate itu benar-benar mempengaruhi bunga di pasar, selain mengubah target, FOMC juga aktif melakukan jual-beli surat berharga. Saat menaikkan target Feds fund rate, ia menjual surat berharga ke pasar. Dengan cara itu, ia menarik dana dari pasar sehingga jumlah dana yang tersedia untuk perbankan berkurang dan bank-bank akan saling meminjam dana jangka pendek (overnight) dengan bunga yang lebih tinggi.Sebaliknya, ketika menurunkan target Fed funds rate, FOMC akan membeli surat berharga. Sebab, dengan membeli surat berharga itu ia menggelontorkan uang ke sistem perbankan.

Akibatnya, bunga pinjaman dana antarbank akan turun karena dana di pasar melimpah. Jika kondisi ini bertahan, akibatnya bunga kredit yang disalurkan perbankan juga makin turun. Jadi, konsumen bisa mengkredit rumah atau mobil dengan bunga lebih murah. Nah, konsumsi yang lebih tinggi ini akan membuat ekonomi berputar lebih cepat.


  • Memahami Kredit Subprime
Belakangan ini, para investor global terus was-was menyaksikan indikator-indikator pasar modal yang terus bergejolak. Di Jakarta, Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) bisa naik-turun 1%-3% dalam sehari bak roller coaster. Sumber gonjang-ganjing ini tak lain adalah krisis kredit pemilikan rumah (KPR) subprime yang ada di Amerika Serikat (AS). Nah, apakah KPR subprime itu?

SEBELUM membahas lebih detail tentang KPR subprime, kita perlu tahu bahwa Amerika Serikat (AS), Kanada, dan negara-negara maju lainnya membedakan pengutang (debitur) dan kredit (loan) ke dalam beberapa golongan.

Pertama, ada utang atau kredit untuk para nasabah debitur dengan kemampuan dan catatan kredit paling tinggi yang disebut prime loan. Karena ini merupakan utang dengan risiko paling rendah, bunga utangnya pun juga paling rendah, yaitu umumnya mengikuti bunga pasar.

Selain itu, ada pula yang disebut alt-A loan. Ini adalah salah satu jenis utang yang diberikan untuk nasabah dengan kualitas kemampuan kredit menengah, tepatnya di antara prime dan subprime.

Pengutang yang masuk kelompok ini biasanya memiliki sejarah kredit yang lumayan bersih. Tapi, proses pemberian kreditnya sendiri biasanya membuat risiko kredit alt-A itu lebih tinggi dibanding kredit prime. Misalnya, rasio utang terhadap pendapatan nasabah tinggi, atau dokumen-dokumen pendapatan nasabah kurang mencukupi.

Tipe kredit ini termasuk menarik di mata para lembaga penyalur kredit. Sebab, kredit ini menghasilkan bunga yang relatif tinggi dibandingkan dengan bunga prime loan. Memang, risiko kredit ini agak tinggi karena dokumentasi pendapatan debiturnya biasanya kurang lengkap. Namun, peringkat kredit (credit rating) pengutangnya masih cukup tinggi.

Oh, ya, berbicara soal credit rating, lembaga-lembaga keuangan di negara maju — terutama AS — telah menggunakan sistem penilaian peringkat kualitas kredit yang canggih untuk nasabah mereka.

Umumnya, mereka menggunakan sistem pemeringkatan kredit keluaran Fair Isaac Corporation (FICO). FICO adalah perusahaan konsultan manajemen yang berkantor di Minneapolis, Minnesota, AS. Pelanggan FICO sendiri telah mencapai sekitar 1.400 perusahaan jasa keuangan di seluruh dunia.

Nah, dengan menggunakan skor FICO ini, lembaga keuangan bisa dengan mudah menilai tingkat kemampuan kredit nasabahnya.

Nasabah yang memiliki skor FICO di atas 620, dari skala 300 sampai 850, termasuk ke dalam nasabah yang berhak memperoleh kredit prime. Tapi, nasabah kelas ini yang tidak bisa menyediakan dokumen pendapatan yang lengkap bisa juga masuk kategori alt-A. Sementara, yang skor FICO-nya di bawah 620, termasuk golongan subprime.

Kredit subprime adalah kredit yang berisiko, baik untuk kreditur maupun pengutang atau debiturnya. Sebab, kredit ini mengadung kombinasi bunga yang tinggi dan sejarah kredit nasabah yang buruk. Namun, tetap saja, lembaga-lembaga keuangan berlomba-lomba mengucurkan kredit ini. Maklum, selain memberikan keuntungan bunga tinggi, pasar kredit ini juga sangat besar.

Asal tahu saja, nasabah yang memiliki skor rating kredit FICO (Fair Isaac Corporation) di bawah 620 masuk dalam kelompok nasabah subprime.

Artinya, nasabah ini tidak layak memperoleh kredit dengan bunga paling rendah yang ada di pasar. Karena itulah, kredit untuk nasabah semacam ini juga sering disebut sebagai “kredit kesempatan kedua” atau second chance lending.

Biasanya, para nasabah pengutang subprime memiliki beberapa karakteristik yang membuat risiko kreditnya tinggi. Di antaranya, dalam 12 bulan terakhir, ia dua kali atau lebih pembayaran pinjamannya telat 30 hari dari jatuh tempo. Yang lainnya, satu kali atau lebih pembayaran utangnya telah 60 hari dari jatuh tempo dalam 36 bulan terakhir. Untuk sebuah perusahaan, mungkin ia juga pernah bangkrut dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

Cuma, untuk mengkompensasi risikonya tinggi ini, penyalur kredit subprime biasanya menetapkan tarif yang lebih tinggi untuk bunga, biaya keterlambatan cicilan, dan lain-lain.

Nah, jenis kredit subprime sendiri sebenarnya bermacam-macam. Ada kredit subprime untuk pembelian rumah atau KPR (mortgage), kredit kepemilikan mobil, kredit renovasi rumah, dan kartu kredit. Bahkan, ada nasabah yang juga menggunakan kredit subprime ini untuk membayar utang kartu kredit yang bunganya jauh lebih tinggi.

Jadi, sekali lagi, kredit subprime tak hanya mencakup kredit KPR. Tapi, selama ini KPR subprime paling disoroti karena nilainya paling tinggi di Amerika Serikat sana. Dampak krisis di KPR subprime ini juga bisa mempengaruhi perekonomian secara lebih luas.

Kredit pemilikan rumah (KPR) subprime memang sudah mengandung risiko tinggi sejak diterbitkan. Pertama, debitur atau nasabah pengutangnya sendiri berisiko karena memiliki sejarah kredit yang tak jelas. Selain itu, skim KPR subprime sendiri juga mengandung risiko tinggi. Skim ini sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi makro seperti perubahan kebijakan bunga.

Bentuk kredit pemilikan rumah (KPR) subprime yang ada di Amerika Serikat (AS) sendiri bisa bermacam-macam. Misalnya, ada yang disebut sebagai interest-only mortgages.

Sesuai dengan namanya, KPR jenis ini memberikan peluang bagi nasabah pengutang untuk membayarkan cicilan bunga saja dalam jangka waktu tertentu (antara 5 tahun sampai 10 tahun).

Yang kedua, ada pula produk KPR berwujud pick a payment loan. Artinya, debitur bisa memilih skim pembayaran cicilan KPR-nya sendiri. Bisa membayar cicilan bunga saja, bunga plus cicilan pokok, dan seterusnya.

Selain itu, bentuk KPR suprime lain yang sangat populer sejak tahun 1990-an di AS adalah KPR yang menetapkan bunga tetap yang rendah dalam beberapa tahun pertama. Tapi, bunga itu akan berubah menjadi mengambang (variable rate) dalam periode berikutnya.

Misalnya, ada yang disebut KPR “2-28″. Ini adalah KPR subprime yang menawarkan bunga tetap murah dalam dua tahun pertama. Tapi, setelah dua tahun sampai akhir periode KPR yang mencapai 28 tahun, bunganya kemudian berubah menjadi mengambang mengikuti bunga pasar.

Nah, jika kita perhatikan, skim KPR subprime sendiri memang sangat berisiko. Ambil contoh, KPR yang terakhir tadi. Jika ternyata bunga acuan pasar kemudian meningkat drastis setelah dua tahun, berarti bunga KPR itu akan ikut terbang tinggi. Padahal, debitur KPR-nya sendiri juga berisiko karena memiliki sejarah kredit yang buruk.


Persis inilah yang terjadi di AS saat ini. Akibat harga-harga rumah anjlok dan suku bunga melejit, pasar KPR subprime terjerumus ke dalam krisis.

Masalah di pasar kredit perumahan subprime Amerika Serikat sebenarnya ibarat bom waktu yang sudah tertanam sejak lama. Sebab, proses penggelembungan nilai KPR subprime sudah mulai terjadi sejak sekitar tahun 2003. Banyak ekonom pun sejatinya tahu bahwa suatu saat bom waktu itu akan meletus. Tapi, mereka tak bisa menebak dengan pasti kapan krisis KPR subprime itu akan meledak.

Sekadar mengingatkan, untuk memicu ekonominya, Amerika Serikat (AS) telah memangkas suku bunganya hingga 1% pada bulan Juni 2003.

Betul, suku bunga yang super-rendah ini memang telah membuat ekonomi AS tetap bergulir. Tapi, kebijakan itu membuat sebuah risiko baru tertanam di sektor properti.

Suku bunga yang sangat rendah — termasuk bunga kredit — membuat perbankan AS berlomba-lomba mengucurkan KPR. Saking jor-jorannya, mereka juga menyalurkan KPR berisiko tinggi atau subprime kepada nasabah-nasabah dengan risiko kredit tinggi.

Nilai KPR subprime ini terus bergulung-gulung hingga mencapai sekitar US$ 500 miliar. Nah, permintaan rumah yang tinggi ini juga membuat harga rumah di AS melonjak tinggi melewati harga wajarnya. Fenomena inilah yang disebut sebagai housing bubble.

Masalahnya, bank-bank kemudian menjual tagihan KPR subprime dalam bentuk surat berharga yang dikenal dengan sebutan collaterlized debt obligation (CDO). Nah, CDO ini kemudian diburu oleh para manajer investasi (hedge fund) di seluruh dunia. Bahkan, para hedge fund itu menjaminkan CDO-nya ke bank untuk memperoleh utang baru. Selanjutnya, dananya untuk membeli CDO yang lain lagi.

Sialnya, The Fed (Bank Sentral AS) kemudian menaikkan bunganya hingga kisaran 5,25%. Akibatnya, kredit subprime banyak yang macet. Ujungnya tentu harga CDO juga anjlok dan para hedge fund merugi. Bahkan, beberapa hedge fund besar membekukan produk-produk investasinya yang berinvestasi di CDO. Mereka juga menjual asetnya di pasar modal. Nah, hal inilah yang memicu longsornya pasar keuangan global saat ini.


  • Seluk-Beluk Investasi Emas
Tak salah jika orang menyebut emas sebagai logam mulia. Selain rupanya nan elok, lonjakan harga logam yang satu ini juga bisa mendatangkan keuntungan berlipat-lipat bagi pemiliknya. Karena itulah, sejak zaman dahulu kala, banyak orang menggunakan emas sebagai salah satu alat untuk membiakkan duit mereka. Cuma, agar keuntungannya menjadi lebih maksimal, investor juga perlu mempelajari seluk-beluk investasi emas. Sebab, selain pilihan bentuk investasinya banyak, investasi emas juga butuh strategi khusus.

Di Indonesia, emas telah menjadi salah satu instrumen investasi favorit sepanjang masa. Maklum, secara umum, strategi berinvestasi emas juga sangat gampang. Investor tinggal membeli emas saat harganya murah dan menjualnya kembali saat harganya tinggi.

Nah, ada beberapa pilihan bentuk investasi emas yang bisa dimanfaatkan investor di Indonesia. Cara yang paling lazim adalah dengan membeli dan menyimpan perhiasan emas. Perhiasan ini bisa berupa kalung, cincin, giwang, anting-anting, dan seterusnya.

Kebetulan, perhiasan emas dengan mudah bisa dibeli di toko-toko perhiasan, mulai yang ada di pasar tradisional hingga ke toko perhiasan kelas modern. Bahkan, setiap kota besar di Indonesia biasanya memiliki pusat jual-beli emas sendiri-sendiri.

Investasi di dalam perhiasan emas juga memiliki kelebihan tersendiri. Sebab selain bisa menjadi alat investasi, perhiasan itu juga sekaligus bisa dipakai sebagai aksesori sehari-hari. Jadi, wajah makin cantik, dompet juga makin ciamik.

Tapi, menurut para pakar investasi, perhiasan emas sebenarnya tak terlalu cocok untuk investasi. Soalnya, ketika membeli perhiasan tersebut investor akan dikenai ongkos pembuatan. Maklum, untuk membuat perhiasan emas menjadi sedemikian elok perlu keahlian khusus.

Sementara, ketika menjualnya kembali ongkos itu tidak dihitung. Padahal, ongkos pembuatan itu bisa mencapai sekitar 20% dari harga suatu perhiasan. Jadi, misalnya Anda membeli gelang emas dan menjualnya lagi di hari yang sama, harga perhiasan itu paling tinggal sekitar 80%-nya.


Ini membuat harga jual kembali perhiasan emas menjadi yang paling rendah dibandingkan dengan bentuk-bentuk investasi emas lainnya.

Dus, kalau mau untung, kenaikan harga perhiasan emas tersebut harus lebih tinggi dari ongkos pembuatannya. Kalau harga perhiasan emas belum bagus, tapi sedang butuh duit bagaimana? Jangan memaksakan untuk menjualnya. Anda bisa menempuh jalan darurat untuk memperoleh dana sambil menunggu harga emas kembali membaik. Misalnya, dengan menggadaikan perhiasan itu.
Nah, agar tak melewatkan momen saat harga perhiasan emas melonjak tinggi, Anda harus rajin-rajin menanyakan perkembangan harga emas ke toko emas langganan Anda.
Ada satu risiko tambahan untuk investor yang memilih berinvestasi di perhiasan emas, yaitu risiko hilang. Ya, investor harus benar-benar cermat dalam menyimpan perhiasan emasnya. Selain bisa terselip, perhiasan emas juga rawan pencurian. Jika perhiasan itu sampai hilang, hilanglah seluruh investasi Anda. ?

Selain perhiasan, investor juga bisa berinvestasi emas melalui produk koin-koin emas. Ada koin emas bikinan luar negeri, ada pula koin emas lokal. Di Indonesia, salah satu institusi yang memproduksi koin-koin emas itu adalah divisi peleburan logam mulia Aneka Tambang (Antam). Namun, investor juga mesti hati-hati. Sebab, di beberapa kasus koin emas ini sering menjadi media money game.

Selain perhiasan, pilihan investasi emas lainnya adalah dalam bentuk koin emas. Ini adalah koin-koin emas yang dibuat untuk mengenang peristiwa atau tokoh penting tertentu. Untuk membelinya, Anda bisa mengunjungi toko-toko emas yang agak besar.

Ada koin bikinan Amerika, Inggris, dan Indonesia. Berat koinnya bermacam-macam, mulai dari 1 gram sampai sekitar 33,4 gram atau lebih.

Khusus di Indonesia, koin emas itu biasanya dibuat oleh divisi peleburan logam mulia PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Asal tahu saja, Antam yang merupakan perusahaan pemerintah ini merupakan salah satu produsen emas terbesar di Indonesia.

Antam memiliki produk koin standar atau koin polos. Ukurannya sekitar 1 gram sampai 10 gram. Selain itu, divisi logam mulia Antam juga telah mengeluarkan berbagai seri koin eksklusif. Salah satu yang paling populer adalah koin simbol tahun berdasarkan kalender China, seperti tahun kuda, tahun naga, dan lain-lain. Selain itu Antam juga mengeluarkan seri badak, rumah Toraja, orang utan, dan seri kaligrafi. Cuma, ketika kita membeli koin-koin ini biasanya Antam akan memungut biaya pembuatan tambahan yang terpisah dari harganya.

Beberapa waktu lalu, Pegadaian juga pernah mengeluarkan koin ONH dengan ukuran 5 gram dan 10 gram. Tapi, koin ini tak terlalu diminati karena ketika membelinya, investor, harus membayar PPN sebesar 10%. Pegadaian pun menghentikan pembuatannya.

Nah, jika berminat, Anda tinggal membeli koin-koin emas itu. Patokan harga emas yang dipakai biasanya adalah harga di London Metal Exchange (LME). Tapi, di Indonesia, Anda juga bisa mengecek harga emas keluaran Antam melalui situs internet http://www.logammulia.com.?

Investasi dalam emas batangan mungkin memang membutuhkan modal awal yang lebih besar jika dibandingkan investasi di perhiasan atau koin. Namun, emas batangan merupakan bentuk investasi emas yang paling ideal. Selain investor tak terkena biaya pembuatan, emas batangan juga tak mengenal penyusutan. Hanya, hati-hati dengan risiko perubahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).


Investasi emas yang paling tepat adalah dalam bentuk emas batangan atau emas lantakan. Sebab, kandungan nilainya tertinggi dan tak mengenal penyusutan nilai.

Selain itu, jika membeli emas batangan, investor juga tidak terkena biaya pembuatan. Karena itu, investor juga tak perlu khawatir keuntungannya bakal terpangkas oleh biaya pembuatan tersebut.

Di Indonesia, lagi-lagi, yang memproduksi emas batangan adalah PT Aneka Tambang Tbk (Antam) melalui divisi peleburan logam mulianya. Emas lantakan bikinan Antam ini terjamin keasliannya karena ia memiliki sertifikat dari London Bullion Market Association (LBMA) yang berbasis di London. Karena itu, saat membeli emas ini, jangan lupa untuk meminta sertifikat keasliannya.

Di mana membelinya? Anda bisa datang langsung ke kantor divisi logam mulai Aneka Tambang atau toko-toko emas yang besar. Cuma, untuk berinvestasi di emas batangan ini, investor mesti menyediakan dana yang lebih besar jika dibandingkan investasi di koin maupun perhiasan. Sebab, ukuran berat emas batangan jauh lebih besar jika dibandingkan alat investasi emas lainnya.

Saat ini, emas lantakan yang tersedia memiliki berat 25 gram (gr), 50 gr, 100 gr, dan 1 kg. Dengan harga emas batangan Antam kemarin , artinya semakin berat ukuran emas batangannya, semakin besar pula modal yang harus disediakan.

Strategi investasinya sama saja: beli saat murah, jual ketika mahal. Patokan harga emas yang umum dipakai adalah harga emas di London Metal Exchange (LME).

Tapi, hati-hati; harga yang ada di LME dinyatakan dalam dolar. Sementara, Anda berinvestasi di Indonesia dengan harga dalam rupiah. Karena itu, dalam rupiah, harga emas juga sangat bergantung pada pergerakan kurs rupiah dolar. Dalam dolar boleh saja harga emas meningkat; tapi jika di saat yang sama kurs rupiah juga menguat tinggi terhadap dolar, peningkatan itu mungkin tak akan terlalu besar dalam mata uang rupiah. ?
 
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. PT BESTPROFIT FUTURES PONTIANAK - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger