Bestprofit Futures - Jilboobs
Berjilbab
kini menjadi tren baru bagi kaum remaja. Selain melihat sekelompok artis yang
mulai gandrung memakainya, penggunaan jilbab kini dianggap lebih praktis dan
mudah. Muncullah tren berjilbab tapi masih berbusana ketat yang menonjolkan
lekuk tubuh.
Fenomena
jilbab atau kerudung gaul kini tengah mewabah. Namun ada sisi yang disoroti
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yakni soal 'jilboobs'. Apa itu?
Istilah
'Jilboobs' merebak di media sosial. Sebutan ini menyindir wanita berjilbab tapi
berpakaian ketat hingga lekuk tubuhnya tercetak jelas.Jilboobs pelesetan dari kata jilbab dan boobs alias dada wanita.
Sindiran untuk wanita yang mengenakan hijab tapi masih hobi berbusana seksi.
Menurut aturan Agama Islam, jilbab seharusnya panjang menutupi dada. Pakaiannya pun tak ketat sehingga menyembunyikan lekuk tubuh. Namun para pengguna Jilbobs ini rata-rata mengenakan jilbab pendek di atas dada mereka.
Menurut aturan Agama Islam, jilbab seharusnya panjang menutupi dada. Pakaiannya pun tak ketat sehingga menyembunyikan lekuk tubuh. Namun para pengguna Jilbobs ini rata-rata mengenakan jilbab pendek di atas dada mereka.
Jilboobs
ini yakni berpakaian jilbab atau mengenakan kerudung tetapi menampakan lekuk
tubuhnya. Mereka yang memakai jilbab tapi tampak seksi. Bahkan kadang di
sejumlah forum internet atau media sosial mereka yang memakai 'jilboobs' ini
menjadi bahan olok-olokan.
"Hakekat jilbab itu untuk kepentingan menutup aurat. Di samping sebagai bentuk kepatuhan beragama, juga mmiliki manfaat sosial kemasyarakatan. Sungguhpun memakai pakaian, tetapi tetap menonjolkan lekuk tubuh, termasuk juga jenis pakaian tembus pandang, itu tetap tidak memenuhi standar kewajiban. Baik digunakan untuk laki-laki maupun perempuan," kata Ketua KPAI Asrorun Niam dalam keterangannya, Rabu (6/8/2014).
Doktor hukum Islam yang juga pengurus MUI ini juga menyampaikan, ketentuan aurat itu, di samping kewajiban menutup anggota yang wajib ditutup, juga tidak menonjolkan bentuk dan lekuk tubuh, baik karena tipis maupun karena ketat.
"Termasuk para pengusaha garmen dan desainer. Untuk memahami utuh agar mendesain pakaian yang bagus, modis tapi tetap memperhatikan aspek kepatutan dan kepatuhan," jelas dia.
"Jangan berkontribusi untuk meningkatkan kriminalitas dengan desain pakaian yang dipakai tetapi tetap mengeksploitasi lekuk tubuh. Memakai pakaian tetapi seperti telanjang," tutup dia.
Menanggapi fenomena ini, Sosiolog UIN Syarif Hidayatullah menyebut rata-rata pemakai jilbab seperti ini baru belajar memakai jilbab. Musni menilai mereka tak bisa terlalu disalahkan karena masih dalam proses berhijab. Namun alangkah baiknya secara pelan-pelan mereka memperbaiki busana sehingga syari.
"Ini sisi perbedaan dari kaum muda yang punya kreasi baru. Sebaiknya tidak menonjolkan hal-hal yang bisa memancing birahi dari laki-laki," kata Musni.Musni Umar memandang tidak seharusnya semua orang menyalahkan para remaja yang berbusana seperti ini. Sebagai remaja, mereka seyogyanya diberikan dukungan karena telah memutuskan memakai jilbab.
"Ini suatu proses yang bagus untuk anak-anak muda untuk pakai jilbab, toh berikutnya bisa diberikan kesadaran agar jangan erotis, ada proses lanjutannya," tandasnya.
Dukungan tentunya sangat dibutuhkan mereka agar bersemangat dan melanjutkan niatnya untuk terus berjilbab. Jika sejak awal sudah mendapat cercaan atau kritik, bukan tidak mungkin kaum remaja putri tersebut menarik kembali niatnya.
"Jangan baru apa-apa sudah cela mereka, sudah tidak memberi apresiasi pada anak-anak remaja, malah mempermalukan mereka di depan umum, kritik mereka. Ini proses perubahan sisi lama ke kehidupan baru, diberi pengertian agar tidak merangsang lawan jenis," pinta Musni.
"Hakekat jilbab itu untuk kepentingan menutup aurat. Di samping sebagai bentuk kepatuhan beragama, juga mmiliki manfaat sosial kemasyarakatan. Sungguhpun memakai pakaian, tetapi tetap menonjolkan lekuk tubuh, termasuk juga jenis pakaian tembus pandang, itu tetap tidak memenuhi standar kewajiban. Baik digunakan untuk laki-laki maupun perempuan," kata Ketua KPAI Asrorun Niam dalam keterangannya, Rabu (6/8/2014).
Doktor hukum Islam yang juga pengurus MUI ini juga menyampaikan, ketentuan aurat itu, di samping kewajiban menutup anggota yang wajib ditutup, juga tidak menonjolkan bentuk dan lekuk tubuh, baik karena tipis maupun karena ketat.
"Termasuk para pengusaha garmen dan desainer. Untuk memahami utuh agar mendesain pakaian yang bagus, modis tapi tetap memperhatikan aspek kepatutan dan kepatuhan," jelas dia.
"Jangan berkontribusi untuk meningkatkan kriminalitas dengan desain pakaian yang dipakai tetapi tetap mengeksploitasi lekuk tubuh. Memakai pakaian tetapi seperti telanjang," tutup dia.
Menanggapi fenomena ini, Sosiolog UIN Syarif Hidayatullah menyebut rata-rata pemakai jilbab seperti ini baru belajar memakai jilbab. Musni menilai mereka tak bisa terlalu disalahkan karena masih dalam proses berhijab. Namun alangkah baiknya secara pelan-pelan mereka memperbaiki busana sehingga syari.
"Ini sisi perbedaan dari kaum muda yang punya kreasi baru. Sebaiknya tidak menonjolkan hal-hal yang bisa memancing birahi dari laki-laki," kata Musni.Musni Umar memandang tidak seharusnya semua orang menyalahkan para remaja yang berbusana seperti ini. Sebagai remaja, mereka seyogyanya diberikan dukungan karena telah memutuskan memakai jilbab.
"Ini suatu proses yang bagus untuk anak-anak muda untuk pakai jilbab, toh berikutnya bisa diberikan kesadaran agar jangan erotis, ada proses lanjutannya," tandasnya.
Dukungan tentunya sangat dibutuhkan mereka agar bersemangat dan melanjutkan niatnya untuk terus berjilbab. Jika sejak awal sudah mendapat cercaan atau kritik, bukan tidak mungkin kaum remaja putri tersebut menarik kembali niatnya.
"Jangan baru apa-apa sudah cela mereka, sudah tidak memberi apresiasi pada anak-anak remaja, malah mempermalukan mereka di depan umum, kritik mereka. Ini proses perubahan sisi lama ke kehidupan baru, diberi pengertian agar tidak merangsang lawan jenis," pinta Musni.
Posting Komentar