Bestprofit Futures - Merpati Akan di Privatisasi ?
Pemerintah masih terus
mencari cara terbaik untuk menyelamatkan PT Merpati Nusantara Airlines.
Utang terakhir maskapai pelat merah itu kini mencapai hampir Rp 7
triliun.
Beberapa kali sebelum kondisi terakhir ini, pemerintah
telah menyuntikan triliunan rupiah untuk Merpati. Toh, Merpati tetap
terseok. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung kepada
wartawan pekan lalu menuturkan, krisis Merpati bukan sekadar krisis
keuangan.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian
Keuangan, Hadiyanto, membenarkan, yang dibutuhkan Merpati bukan hanya
restrukturisasi utang, namun juga restrukturisasi operasional.
“Restrukturisasi operasional harus meliputi juga perubahan manajemen,
perubahan budaya kerja, komitmen dari semua stakeholder, harus ada
program-program yang meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya,,” jelas
Hadiyanto, ditemui usai halal bihalal di Kemenkeu, Jakarta, Senin
(4/8/2014).
“Jangan dilihat ‘Merpati, oh, itu perusahaan BUMN,
harus diselamatkan’. Tidak begitu konsepnya. Tapi harus dilihat
bagaimana ini mendudukan korporasi Merpati ke dalam tatanan kelolaan
yang baik. Harus dilihat secara utuh,” lanjutnya.
Opsi privatisasi
Dalam
salah satu rencana restrukturisasi, utang Merpati kepada pemerintah
akan dialihkan menjadi saham. Namun, menurut Hadiyanto, hal tersebut
masih butuh proses panjang di internal Kemenkeu. Restrukturisasi,
katanya, harus mencakup minimal tiga hal, yaitu yang resikonya paling
sedikit buat negara, yang mampu menjaga keberlanjutan BUMN, serta yang
didukung sinergi BUMN.
Hal itu menurut Hadiyanto mutlak
dilakukan, lantaran merombak manajemen saja nyatanya tidak menghasilkan
perbaikan. Namun, Hadiyanto membantah ketika ditanya soal privatisasi.
“Kami
belum berdiskusi sejauh itu. Tapi faktanya adalah memang perusahan
seperti Merpati ini dalam situasi yang super sulit, susah untuk bisa
menjalankan kembali Merpati,” katanya.
Alasannya, pertama, persaingan maskapai sudah semakin keras, dengan adanya maskapai penerbangan murah atau LCC (low cost carrier).
Dia menambahkan, bahkan semua rute perintis Merpati, sekarang sudah
dimasuki perusahaan swasta yang LCC. “Jadi secara kompetisi Merpati
harus benar-benar lebih efisien,” tuturnya.
Kedua, Hadiyanto
mengatakan, situasi Merpati sulit lantaran manajemen pengelolaan
pesawatnya tidak baik. Idelanya, mayoritas pesawat yang ada harus
seragam. Tidak banyak jenis, seperi jet, propeller (baling-baling), dan
lain-lain. “Ini menyebabkan maintenance mahal,” katanya.
Alasan
ketiga situasi Merpati sulit adalah sumber daya manusianya yang
berlebihan. Hadiyanto mengatakan, Merpati harus realistis dengan pesawat
yang tinggal 5-6 unit, apakah perlu karyawan sebanyak itu.
Terakhir,
manajemen Merpati harus belajar dari pengalaman. “Yaitu kurang disiplin
dalam menjalankan roda perusahaan. Sehingga, akibatnya ya itu, minjam
terus avtur, tidak bisa bayar, SLF (seat load factor) rendah. Jadi, tidak bisa catch up dengan biaya operasi dan kewajiban utang,” tandasnya.
Posting Komentar